(Menyongsong Industri Sel Surya di Indonesia)
Oleh : DR. Sutrisno
Dipublikasi pada : 18 Januari 2012
Pengantar
Cukup banyak orang Indonesia yang mencari informasi dimana bisa didapatkan sel surya melalui internet. Ada yang belum tahu kalau PT. Len memproduksi modul surya, tapi ada juga yang menginformasikan satu-satunya perusahaan yang merakit modul surya adalah PT. Len, walaupun dia tidak tahu kepanjangan dari apa itu Len. Banyak yang berharap agar di Indonesia ini ada yang memproduksi sel surya, sehingga bisa diperoleh modul sel surya dengan mudah dan murah. Harapan itu mudah-mudahan akan menjadi kenyataan dengan adanya rencana pemerintah untuk membangun industri sel surya dengan kapasitas 50MW per tahun.
Karena sedikit banyak penulis pernah belajar dan pernah terlibat dalam penelitian sel surya, maka dalam rangka menyongsong industri sel surya tersebut, penulis mencoba mencari informasi mengenai teknologi sel surya dan bagaimana trend pasarnya ke depan dari berbagai sumber yang penulis ragkum dalam tulisan berikut.
Sel Surya
Sel surya atau solar sel adalah suatu elemen aktif yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, dengan prinsip yang disebut efek photovoltaic. Sel surya terbuat dari keping (wafer) bahan semikonduktor dengan kutub positif dan negatif, sama dengan dioda hanya permukaannya dibuat luas seupaya bisa menagkap cahaya matahari sebanyak mungkin. Apabila cahaya jatuh pada permukaan sel surya maka akan timbul perbedaan tegangan. Untuk mendapatkan daya yang lebih besar sel surya dapat dihubung seri atau paralel tergantung sifat penggunaannya.
Teknologi Sel Surya
Hingga saat ini terdapat beberapa teknologi pembuatan sel surya yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti untuk mendapatkan solar sel yang memiliki efisiensi yang tinggi yang murah dan mudah dalam pembuatannya.
Generasi pertama
Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini dalam mampu menghasilkan sel surya dengan efisiensi yang sangat tinggi. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan silikon kristal tunggal ini adalah bahwa untuk dapat diproduksi secara komersial sel surya ini
harganya sangat mahal sehingga membuat solar sel panel yang dihasilkan menjadi tidak efisien sebagai sumber energi alternatif.
Teknologi yang kedua adalah dengan menggunakan wafer silikon poli kristal. Saat ini, hampir sebagian besar panel solar sel yang beredar di pasar komersial berasal dari screen printing jenis silikon poli kristal ini. Wafer silikon poli kristal dibuat dengan teknologi casting berupa balok silikon dan dipotong-potong dengan metode wire-sawing menjadi kepingan (wafer), denagn ketebalan sekitar 250–350 micrometer. Dengan teknologi ini bisa diperoleh sel surya lebih murah meskipun tingkat efisiensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan silikon kristal tunggal. Kedua jenis sel surya di dikenal sabagai sel surya generasi pertama .
Generasi kedua
Generasi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi lapisan tipis (thin film). Teknologi pembuatan sel surya dengan lapisan tipis ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat teknologi ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer.
Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapisan tipis ini adalah dengan Plasma-enhanced chemical vapor deposition (PECVD) dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal).
Selain menggunakan material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd Te) dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS).
Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar sel CIGS. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur sehingga menghasilkan divais solar sel yang fleksibel. Persoalannya adalah material ini belum dapat diterima dengan baik karena mengandung unsur cadmium. Bila rumah yang atapnya dipasang sel surya CdTe terbakar, unsur cadmium ini akan menimbulkan polusi yang membahayakan.
Generasi ketiga
Penelitian agar harga solar sel menjadi lebih murah selanjutnya memunculkan teknologi generasi ketiga yaitu teknologi pembuatan sel surya dari bahan polimer atau disebut juga dengan sel surya organik dan sel surya foto elektrokimia. Sel Surya organic dibuat dari bahan semikonduktor organik seperti polyphenylene vinylene dan fullerene.Pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak harus menghasilkan pasangan muatan seperti halnya pada teknologi sebelumnya melainkan membangkitkan exciton. Exciton inilah yang kemudian berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara dua keping konduktor) untuk menghasilkan pasangan muatan dan akhirnya menghasilkan efek arus foto (photocurrent). Sedangkan sel surya photokimia merupakan jenis sel surya exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah perendam (dye). Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Graetzel pada tahun 1991 sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut dengan Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC).
Graetzel sel ini dilengkapi dengan pasangan redok yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan baku pembuat Graetzel sel lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini akan mampu memberi pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat harga dan proses pembuatannya yang akan sangat murah.
Membandingkan Teknologi Sel Surya
Berikut ini ringkasan perbandingan teknologi sel surya ditinjau dari berbagai aspek, yang penulis copy langsung dari sumbernya
An overview and comparison of pros and cons of each major PV Technologies
Including ingot, wafer, cell and module making equipment, Down to US$1.5-all else being equal- if P-Si prices fall to five-year average, Source:International Energy Agency (IEA); photon International; CLSA Asia-Pacific Markets
Sumber : Nanowin Technology Ltd >>http://www.nanowin.com/cigs.html
Catatan : perbandingan tersebut diatas dengan asumsi kondisi di Amerika, untuk kondisi di Indonesia masih harus dikoreksi terutama mengenai perkiraan harga jual mengingat infrastruktur, kemudahan memperoleh bahan baku dll . yang jauh berbeda.
Pertumbuhan Industri Sel Surya.
Pada gambar dibawah ini ditunjukkan Technology share dan technology growh dalam kontribusinya meramaikan industri sel surya di dunia. Tehnologi thin film nampak semakin signifikan, walaupun sampai tahun 2020 teknologi silikon kristalin masih mengambil porsi 50% dari produk sel surya dunia.
Source: PVNET; arranged by Topology Research Institute, 2008/03
Gambar berikut ini menunjukkan perkiraan pertumbuhan industri sel surya, seiring dengan semakin menipisnya cadangan energi MIGAS dunia, dan semakin majunya teknologi untuk mendapatkan sel surya dengan harga yang semakin murah.
Sumber : http://suprastock.blogspot.com/2009/11/investing-in-next-generation-solar.html
Kesimpulan
1. Memperhatikan perkembangan produksi dan pasar sel surya di dunia, sudah waktunya kalaulah tidak bisa dibilang terlambat untuk segera Indonesia memiliki industri sel surya.
2. Mengingat ada beberapa pilihan teknologi, dalam pembangungan pabrik sel surya perlu juga memperhatikan infrastruktur, kemudahan mendapatkan bahan baku serta dampaknya terhadap lingkungan.